Entri Populer

NEGRI PETAKA


“NEGRI PETAKA”

Oleh:
 Donatus Lado S.

Sinopsis Cerita:
Sosok intelektual muda dan idealis, Yohan tak sanggup menghadapi kondisi sebuah daerah. Tempat dimana ia dilahirkan. Keadilan dan kebenaran ternyata hanya slogan semata. Pemimpin yang seharusnya mengayomi masyarakat justru menjadi biang dari praktek-praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Yohan memutuskan untuk menghentikan pemerintahan yang egois ini. Berbekal pengetahuan akademik yang memadai mendorong dia untuk bekerjasama dengan Bapak Simeon, pria yang sudah banyak makan garam tentang persoalan-persoalan yang ada didaerah ini. Melalui diskusi dengan Bapak Simeon, Yohan mengerti bahwa semua elemen di daerah ini merasa kecewa dan selalu jadi korban ketidakadilan sang penguasa. Setelah itu merangkul kaum muda menjadi target, Alex pemuda yang humoris dan berpengalaman menjadi kawan seperjuangan. Rapat tertutup pun diselenggarakan dengan melibatkan tokoh pendidikan, agama, kepemudaan, dan organisasi masyarakat lainya guna menemukan strategi menghadapi sang penguasa beserta antek-anteknya. Sebelum aksi diadakan, sang penguasa tahu bahwa ada kekuatan diluar kontrolnya sedang berusaha melawannya. Berdasarkan informasi yang didapat dari intel pribadinya, Yohan adalah dalang dari keresahan ini. Rencana penghukuman dibuat. Pada saat bersamaan ternyata putri kesayangannya, Cintya mendengar rencana ini. Dia tidak bisa menerima tindakan ayahnya untuk membunuh Yohan karena diam-diam gadis ini mencintai Yohan. Mendengar putrinya punya perasaan yang khusus terhadap musuhnya, sang penguasa berada pada penentuan keputusan yang sangat berat. Membiarkan Yohan hidup demi kebahagian putrinya berarti membiarkan pemerintahannya diacak-acak. Membunuh Yohan berarti membunuh kebahagian putrinya. Hal ini sama saja dengan hidup bagi sang penguasa tidak punya arti apa-apa lagi. Tapi keputusan harus diambil, tanpa sepengetahuan putrinya sang penguasa menyuruh anak buahnya untuk menculik Yohan. Di hutan Triloka, Yohan dianiyaya dan dibunuh. Beberapa saat kemudian sang penguasa mendapat kabar bahwa putrinya sudah meninggal akibat minum racun. Sebua pukulan telak bagi sang penguasa, putrinya adalah segala-galanya bahkan bagian dari jiwanya. Pada akhirnya, sang penguasa menjadi gila.
Pemain:
¨      Yohan       : Sosok intelektual muda, idealis, berani, anti kompromi, dan agak serius.
¨      Sang Penguasa/Bos Joker/Tuanku yang dipertuang Agung:
Ambisius, sensitif, pemberani, berwibawa, bergaya hidup mewah dan tegas
¨      Bapak Simeon: Tenang, bijak dan santun
¨      Ibu Simeon  : Cerwet, selalu mengutamakan persolan rumah tangga dari segala kepentingan apapun.
¨      Alex            : Pemuda yang humoris, tegas, percaya diri, temperamental.
¨      Cintya         : Gadis modern yang melankolis.
¨      Orang pertama : Pria yang bergaya setengah perempuan, pandai bicara, suka mengambil hati orang.
¨      Orang kedua         : Agak goblok, penurut, dan setia.
¨      Si intel         : Tegas dan agak kaku
¨      Teman-teman Alex (4): humoris, dan disisi lain serius
¨      Anak buah Bos Joker (4): Kejam, senang menyiksa, dan kadang-kadang suka membuat lelucon.
¨      Ibu Ratna    : Sosok seorang guru yang pragmatis.
¨      Ibu Magdalena : Tegas dan keras






Narator :
            Negri indah nan damai sejahtera dibangun atas dasar prinsip keadilan dan kebenaran demi kepentingan bersama merupakan idaman setiap orang penghuni bumi ini. Namun bagaimana kalau pilar-pilar penopang justru dibuat dari hasrat egoisme dan kepentingan sepihak? Negri nan sejahtera tak pernah bisa berdiri. Malam hari ini kita akan menyaksikan potret buram sebuah masyarakat dimana ambisi pribadi dan golongan siap bertempur dengan pribadi-pribadi yang berusaha menegakan keadilan dan kebenaran. Pergolan suara hati, harga diri, ketidakikhlasan menjadi mata rantai yang saling mengkait. Untuk itu jangan tinggalkan tempat duduk anda! Simaklah setiap aksi yang dilakonkan diatas panggung ini. “NEGRI PETAKA” Selamat menyaksikan!

Scene I (Kamar Yohan)
            Panggung diatur seperti kamar seorang anak muda. Meja berada disamping dengan sejumlah buku-buku. Ada yang ditata rapi dan ada yang berserakan begitu saja. Di belakang meja ada sebua kursi dan gitar yang disandarkan ke dinding. Penerangan menggunakan pelita dan diletakan di atas meja. Jika ada sebua tempat tidur dibelakang kursi kalau tidak sebua kasur di letakan diatas lantai. (Lampu panggung dinyalakan)
            Masuklah Yohan dengan membawa tas. Ia mengenakan jaket dan celana panjang seperti orang yang baru saja bepergian. Kemudian ia membuka jaket dan meletakan diatas punggung kursi. Selanjutnya membuka sepatu dan duduk dikursi, menarik nafas dan memejamkan mata beberapa saat. Perlahan-lahan ia membuka salah satu buku yang ada di depannya. Wajahnya terlihat serius. Mengatub kedua tangan dan menahan dagunya. Matanya memandang jauh ke atas.
Yohan : “Kondisi di daerah ini semakin buruk saja. Pemimpin mengambil keputusan sekehendak hati. Dan rakyat ikut saja (Menggeleng-geleng kepala) Tidak ada demokrasi, kalau pun ada hanya slogan saja. Apa yang bisa kulakukan?...Diam? Masa bodoh? Acuh tak acuh? Ah tidak mungkin. (Berdiri keluar panggung dan mengambil segelas air dan meletakan diatas meja dan duduk lagi, membuka buku agenda sambil tangan kanan memegang bolpoin)
Yohan : “Kasus Pengelolaan Sapi Perah tidak adil. Honorarium Guru dipotong. Setiap ada program, yang dilibatkan hanya keluarga sendiri tanpa musyawarah. Badan Perwakilan hanya jadi symbol dan cenderung Yes Pak! Persis Pemerintahan Soeharto…Gila! Gila…. Sekarang ada usaha Pembebasan Lahan, Kawasan yang dilindungi beserta tanah masyarakat yang ada disekitarnya. (Diam beberapa saat) Pemerintahan sekarang ini sudah ada di jalan yang salah perlu ada usaha pembenaran. Tapi…. Aku sendiri…. Pasti tidak mungkin…. Atau apakah aku mau? (Membuka buku lainnya)
Yohan : “Pemerintahan Soekarno tumbang karena ada peran generasi muda. Soeharto manusia baja pada akhirnya hancur juga ada peran generasi muda. Ya… (Mengepalkan tangannya) Kalau aku memilih jadi masyarakat pada umumnya maka aku justru menjadi penyumbang kesewenang-wenangan ini.”
Yohan : “Dalam Sejarah Yunani, Sokrates, sosok yang dikenal sebagai Bapak Filsafat, dihukum mati dengan cara minum racun karena melawan penguasa pada Jamannya. Meskipun dia diberi kesempatan untuk melarikan diri tapi tak ia lakukan. Kemudian Copernicus, Ilmuwan dunia dihukum mati hanya karena dianggap pembangkang pada ajaran yand sudah baku. Dia menyatakan kebenaran bahwa  bumi itu bulat dan berputar mengelilingi matahari, bukannya bumi berbentuk persegi panjang dan dikelilingi matahari. Soe Hok Gie, salah satu pejuang muda yang melawan pemerintahan Orde Lama memilih untuk hidup dalam kesendirian disaat teman-temanya bersekutu dengan penguasa Orde Baru yang cenderung mematikan hak bersuara kaum sipil akhirnya mati di usia yang masih muda 29 tahun. (Merenung sesaat)
Yohan: “Bisakah aku menghadapi persoalan yang sangat berat ini? Mengubah pola yang dianggap sudah mapan dan terkesan baku beserta segala alat-alat pendukungnya.
Suara Misterius         : “Yohan kamu bukan siapa-siapa. Jangan pernah berfikir menjadi orang yang luar biasa. Kamu tidak cukup kuat untuk menghadapi penguasa yang sangat lihai. Kamu tidak punya posisi apa-apa di daerah ini. Masyarakat pun tidak akan mengerti dengan apa yang kamu mau. Dan ingat Sang Penguasa punya jaringan yang sangat banyak dan sangat luas berada dimana-mana.  Batalkan niatmu! Hidup tidak hanya berarti bila seseorang melakukan hal-hal besar, Melakukan hal-hal kecil, sekecil semutpun ada makna yang luar biasa mendalam.”
            Beberapa saat kemudia,
Yohan : “Pasti ada orang di daerah ini yang sependapat dengan aku bahwa pemerintahan ini tidak benar dan harus diberankan. Tidak mungkin semua orang disini bodoh dan hanya mau jadi robot. (Mengangguk-angguk) “Ya… Om Simeon dan Alex mereka orang-orang yang tepat.” (Yohan terseyum seperti baru saja menemukan kekuatan)
Yohan : “Sebelum aku bertemu dengan mereka. Aku perlu mematangkan ide-ide dan langkah-langkah yang harus dilakukan secara sistematis.” (Mengambil pulpen dan menulis di agenda nya)
            Situasi hening beberapa saat. Masuklah seseorang dengan mengenakan jubah (Ada kesan misterius) dan mengambil posisi menghadap penonton kemudian membacakan puisi berjudul “PERINGATAN”
            Setelah pembacaan puisi orang tersebut langsung meninggalkan panggung. Kemudian Yohan menutup agendannya dan mematikan lampu pelita. Kemudian merebahkan tubuhnya diatas tempat tidur atau kasur.
            Lampu panggung dimatikan Layar atau Scene I selesai.

Scene II (Rumah Bapak Simeon)
                        Seting tempat disebua ruangan dalam rumah dengan dinding-dinding yang terbuat dari keneka. Ada meja makan tanpa taplak yang sudah lusuh. Disampingnya sebua bangku panjang dan kursi. Diatas meja ada piring-piring, gelas, dan tempat air minum. Kesannya seperti habis makan malam. Susana pencahayaan remang-remang dengan cahaya yang bersumber dari lampu minyak.
                        Masuklah Bapak Simeon mengenakan sarung dengan baju dalam sambil membawa sebua ujung sapu lidi untuk membersihkan gigi-giginya dan mengambil tempat duduk (menghadap penonton) kemudian membersihkan giginya dengan lidi tersebut. Sambil sorot matanya memandang jauh kedepan seperti seseorang yang merasa buntuh dengan masalah yang dihadapi. Beberapa saat kemudian, tangannya memegang tempat air minum dan menuangkan kedalam gelas yang kosong. Selanjutnya diteguknya air itu perlahan-lahan dan gelas diletakan kembali di atas meja.
            Masuklah ibu Simeon mendekati meja makan perlahan-lahan membereskan meja makan. Sesaat mengamati suaminya yang dari tadi duduk diam dan sangat serius.
Ibu Simeon     : “Bapak!” Sebenarnya apa yang sedang bapak pikirkan? Sudah dua hari ini bapak kelihatan aneh…Diam..banyak menglamun…(diam sesaat) Bisa-bisa bapak jadi orang gila.”
Bapak Simeon : (menatap jauh keatas dan menarik nafas dalam-dalam kemudian menghembuskan) “Apakah keadilan dan kebenaran sudah beruabah makna?” (melihat ke wajah ibu)
Ibu Simeon : (Diam dari aktifitasnya merapihkan meja makan dan melihat suaminya) “Lagi-lagi bapak bicara tentang keadilan….kebenaran.. saya tidak peduli..kemarin ada tagihan iuran listrik, iuran gereja, iuran pendidikan, dan besok saya mau arisan. Coba dapat duit darimana? Saya selalu bilang bapak tidak usah berfikir hal-hal seperti ini. Kita ini orang susah..memang begini hidup kita (ekspresi wajahnya menampilkan kekecewaan). Urus saja rumah tangga kita. kenapa mesti memikirkan masyarakat. Mereka saja tidak peduli.”
Bapak Simeon: “Kadang saya berfikir kenapa ya saya mau menikahi kamu. Kita selalu berbeda dalam segala hal, tapi Tuhan sepertinya bahagia dengan kebersamaan kita. Berbeda supaya saling melengkapi. Tapi apakah ini yang terjadi dengan kita selama ini?”
Ibu Simeon: (Membawa piring keluar dan sesaat masuk lagi) “Tidak perlu lagi bapak bertanya seperti itu!” Sekarang saya Cuma mau kita punya uang buat bayar segala macam iuran dan arisan besok..Titik!
            (Bapak Simeon hanya mengeleng-geleng kepala)
            Tiba-tiba ada suara ketukan pintu. Bapak Simeon dan ibu melihat kearah pintu.
Bapak Simeon: “Silahkan masuk!”
            Kemudian ibu berjalan kearah pintu dan membuka pintu. Masuklah Yohan.
Yohan : “Selamat malam Om, Tante.
Bapak Simeon dan Ibu : “Malam Nak Yohan. Silahkan duduk!”
            Yohan mengambil posisi duduk didekat bapak dengan wajah tersenyum. Kemudian Ibu meninggalkan ruangan.
Bapak             : “Saya selalu mengharapkan ada orang yang mau berjuang agar kita tidak selalu jadi korban dari kepentingan penguasa.”
Yohan             : (Menatap wajah Bapak Simeon) “Betul Om, menurut saya ada yang tidak beres disini. Banyak orang yang mengeluh karena kebijakan sang pemimpin yang selalu menyebut dirinya Tuanku yang dipertuang Agung. Tapi mereka tidak berani dihadapan kaki tangan Sang Penguasa itu.

Tidak ada komentar: