Entri Populer

Rabu, 18 Juni 2008

muri record

Dandang

Dandang
Oleh Donatus

Langit sangat cerah..sedikit awan putih menempel begitu saja bak selendang putih menutup seadanya tubuh gadis mudah..padahal sebelumnya awan hitam membungkus rapi langit biru. Sayup-sayup terdengar kelakar ibu-ibu dari sebua rumah dekat kali mati pinggir desa.. hari ini suasana Desa Ile Beleng begitu ramai. Tidak biasanya sepi hanya suara anak kecil berlarian main ban. Hari kamis adalah Hari Pasar jadi susananya lebih meriah dari Hari Minggu.. para aparat Desa sibuk rapat di balaii desa..membahas tentang rencana pembangunan desa.. bapak-bapak dan pemuda sibuk menjual hasil kebun, mete, Kemiri, dan kopra.. Banyak truk dan mobil pick-up lalu lalang membeli hasil kebun. kalau hari lain pusat kegiatan di ladang dan kebun masing-masing. Sekarang desa jadi sentral aktifitas.. para ibu membuat perkumpulan tenun ikat dan Hari Kamis adalah saatnya untuk melakukan tenun ikat.. ada sekitar 10 ibu-ibu asik dengan aktifitas mereka.. mengatur benang, membuat pola, melepaskan simpul, mewarnai benang..
“Apa ya nama untuk perkumpulan kita ini?” Seorang ibu muda melontarkan pertanyaan.
“Kita kasih nama PTI.” Ibu yang lain menanggapi..
Yang lain kebingungan dengan singkatan ini.. Memang ibu Susan suka dengan singkatan.
“Aduh..Kalian ini masa tidak tau..Perkumpulan Tenun Ikat.”
“Susan..itu semua orang juga tau kalau perkumpulan kita ini untuk tenun ikat…maksud kita namanya?”
“Oh saya dapat.. Perkumpulan Tenun Ikat MM.” Ibu Susan tak mau kala.
“apa lagi itu?”
“Maju Mundur..he…he.. bagaimana stuju?
“Ha…ha…. Kita setuju kalau semua anggotanya seperti kamu datangnya Cuma dua minggu sekali …dan datangnya terlambat pulangnya awal.. jadi tidak menghasilkan apa..jadinya mundur.” Ibu Oreng meledek
“Ah..kalian itu…(diam) sibuk dengan menggulung benang.
“kita lihat saja nanti sebentar lagi dia pulang dan benangnya pasti tidak habis digulung.”
“Aduh.. ibu-ibu saya ini lagi sibuk mengurus pembuatan rumah jadi mengertilah.” Yang disindir cuek aja.. memang ibu Susan ini orang yang cuek berani, juga nekat.. dua bulan yang lalu suaminya harus menginap semalam di penjara.. gara-gara di lapor polisi. Tuduhan Suaminya main judi.. dan tidak menafkai dia dan anak-anak.. maklum Ibu Susan ini pernah hidup di kota jadi jiwa emansipasinya begitu berkobar.. tidak peduli suami kek..siapa kek.. Sang suami termasuk anggota ISTI jadi ikut saja. Diintograsi sama polisi kayak tukang curi ayam saja.. dia tidak pernah hormat sama suami.. kalau suaminya lama bertandan ke rumah warga lain. Dia langsung teriak-teriak bikin geger seluruh warga dusun.
“Oh.. saya ada ide kita kasih nama… PIIS.” Sepertinya Ibu Susan belum putus asa juga. Dia selalu kasi singkatan. Rupanya waktu sekolah di SD di dapat nilai seratus untuk pelajaran membuat singkatan.
“Apa lagi Susan.. yang serius.” Ibu ketua buka mulut.
“Ini juga serius Bu Ketu.. kepanjangannya.. Perkumpulan Ibu-ibu Subur.”
“ha….hua…..ha….” semua serempak terbahak-bahak. Suara menggemah keluar dari dinding-diinding keneka.
“Susan..Susan kamu tidak sadar.. ha…ha..ha....kamu itu kategori Ibu tidak subur..berarti kamu tidak perlu ikut perkumpulan ini.”
“Siapa bilang..Lihat masih muda begini di bilang tidak subur..” Ibu Susan berdiri dan melekak lekuk tubuhnya yang gembrot..
“Buktinya anak mu cuma satu saja…”
“itu karena suami saya itu yang tidak mau diajak begituan…”
“Habis kamu terlalu beringas jadi dia takut.”
Ha…..ha….ha,….ha….
Tiba-tiba….
“Ema…ema… dandang..ada orang jual dandang…” bocah kecil berumur tiga tahun itu lari ketakuan masuk rumah. Raut mukanya seperti dekejar anjing pemburuh.
“Mana...?” Si ibu penasaran.
“Itu tadi.. dijalan besar dekat rumah kita.”
Suasana menjadi hening sesaat. Sepertinya semua telinga lebih tertarik dengan cerita bocah ini.
“Boy.. disana ada anak-anak lain tidak?” Ibu ketua merasa perlu bertanya.
Boy menghela nafas.. “Tadi ada banyak tapi sekarang sudah lari semua. Takut ditangkap sama penjual dandang.”
Semua kelisa.
“Anakku mana ya?..kamu lihat Anton tidak boy?..
“Argo kemana..?”
“Aduh bagaimana ini?”
Susana jadi resah.. kata-kata “Penjual dandang” punya makna yang lebih.. menyangkut ada dan tidaknya anak-anak mereka.
“Sudah.. ibu-ibu jangan pada gelisah begitu.. kita harus tenang tidak akan terjadi apa!” Ibu ketua menenangkan anggotanya. Waibawanya sebagai istri mantan Kepala Desa cukup punya pengaruh.
“Apa lagi sekarang ini di desa banyak warga.. orang itu kalau mau culik anak-anak kita tetap harus berfikir dua kali.”
“Kemarin ada kabar kalau di Maumere ada dua orang penjual dandang yang ditangkap warga. Didalamnya ada kepala anak kecil. Dan kedua orang itu dipukul sama warga hampir mati.” Ibu Oreng angkat bicara.
“Dengar-dengar itu hanya kabar angin… kemarin Ligi ke Maumere katanya tidak ada apa-apa mereka sampai bertanya sama orang-orang dipinggir jalan.”
“Mungkin saja mereka menutup-nutupi..kita juga tidak tahu.”
“Ya..sudalah ibu-ibu.. yang penting sekarang kita harus hati-hati dengan anak-anak kita.”
Entah darimana awal mula isu ini. Menurut kabar yang beredar Lubang Lumpur Lapindo membutuhkan tumbal kepala anak kecil sebanyak empat ribu kepala. Ada juga yang bilang enam ribu kepala tidak pasti.. yang jelas akhir-akhir ini warga dibuat kalang kabut, resah dan tidak bebas meninggalkan anak-anak mereka. Isu itu merayap kemana-mana bahkan kaum terpelajar tokoh masyarakatpun ikut-ikut percaya begitu saja.
Setalah selesai rapat Desa para bapak-bapak mulai melemaskan pikiran mereka dengan mengangkat isu ini.
“Kenapa mereka cari anak-anak dari Flores bukankah di Jawa banyak anak gelandangan. Diculik sajakan bisa?” penasaran dengan kejanggalan penculikan anak-anak Pak Raga berkomentar.
“ Iya.. biar mujarap harus anak-anak dari luar Pulau Jawa. Sebenarnya tidak hanya di Flores aksi cari kepala ini… di Kalimantan juga..kalau di Jawa tidak mujarap.” Tuan tanah yang sehari-hari sibuk dengan ritual adat. Tugasnya memotong kepala bintang rupanya dia tahu apa khasiat kepala manusia.. Lumpur yang meleleh bisa berhenti dengan membuang kepala manusia kedalam lubang utama..bisa diterima hal ini.
“Sesuatu yang tidak masuk akal..sekarang zaman sudah maju teknologii berkembang tapi masaa.. masih ada kepercayaan seperti itu. Kalau menurut saya kalau ada anak-anak yang hilang itu bukan buat tumbal tapi di jual untuk dijadikan pekerja anak.. bagaimana menurutmu Opu?”
“Selama saya berada di Jawa tidak ada sama sekali isu seperti itu..dan pas kebetulan saya lewat didekat lubang itu juga saya tidak melihat ada orang yang membuang kepala manusia.. benar saya sependapat dengan OPu Adrian..” komentar Niko yang masih tercatat sebagi salah satu mahasiswa S1 di Surabaya.
Adrian memang orang yang berwawasan luas walaupun tinggal di Desa terpencil tapii dia suka dengar radio dan sekali-kali nonton TV di rumah Bapak Kepala Sekolah. Dia terkenal kritis dan oranng yang sangat logis. Di usianya yang hampir lima puluh tahun dia belum menikah.. sementara banyak anak-anak baru lulus SD atau SMP tidak tamat hamil atau menghamili anak orang terpaksa harus berumah tangga. Memang kalau di Desa hiburannya cuma hal..hal gituan (sex)
“Tidak mungkin mereka mau mengumumkan… itu rahasia supaya mereka bisa dapat korban.” Bapak tuan tanah masih mempertahankan argumennya.. dia melanjutkan.
“ Kemarin ada keponakan saya telpon dari Malang katanya suruh jaga anak kecil.. ditempat mereka sudah banyak anak yang hilang”
“Itu buat tumbal juga pak?”
“Iya…”
“Bukannya harus dicari dari luar Pulau Jawa? Malang itukan masih di Jawa Timur.” Niko menanggapi. Sesuatu yang irasional hari begini..masih cari kepala anak kecil buat tumbal.. solusi macam apa ini? Ini bukan berita yang tepat .pasti ada orang-orang yang tidak bertanggungjawab yang menyebar isu ini. Sengaja membuat kekacaun di desa ini dan sekitarnya.
“Pokoknya kita harus menjaga anak-anak kita..bapak desa mungkin bisa memberikan pengumuman agar bisa berhati-hati.” Bapak Desa hanya mengangguk-ngangguk saja. Dia tidak mungkin bersikap serampangan, tapi juga tidak diam. Masalah ini sepertinya sudah jadi ritual tahunan. Isu “perampok” demikian masyarakat menyebutnya.
Niko tidak banyak bicara..tidak bisa memberikan pengertian kepada orang-orang desa. Mereka sudah diprofokasi dengan isu-isu yang tak ada juntrungannya. Sampai-sampai di desa tetangga setiap malam para laki-laki dengan senjata tombak, busur, dan panah, meronda.
“Menurut Opu bagaimana?”
“Kalau saya itu ada muatan banyak kepentingan bisa saja sekarang lagi menjelang PILKADA kesempatan pihak-pihak tertentu untuk mengacaukan… ISu seperti ini bukan baru..setiap tahun ada..walaupun berbeda. Kalau biasanya perampok yang katanya sembunyi-sembunyi di tepi desa.. sekarang lebih modern katanya bawa pick-up terus kalau lihat anak kecil dikasih permen, kemudian di bius.. nah sekarang beda lagi dengan sarana “Menjual Dandang.” Kita lihat saja kapan rumor ini berakhir.
Banyak cerita mulai beredar.. dengan berbagai versi tentu saja isu nya tentang penculikan anak kecil, penemuan mayat tanpa kepala..yang semuanya diterima begitu saja oleh warga desa ini dan sekitarnya.. minimnya akses informasi.. seperti TV dan Koran didukung pendidikan yang kurang gampang sekali membuat suasana jadi tidak tenteram. Dan saat sore menjelang…
“Dandang…dandang……dandang….” Seorang laki-laki setengah baya memikul barang dagangannya. Berharap ada yang bisa membeli dandang. Tak ada yang mendekat. Anak-anak kecil yang sedang main di halaman rumah semuanya lari tanpa dikomando masuk rumah dan menutup pintu. Para bapak-bapak hanya melihat dari jauh.
“Dandang bu..dandang bu…” tidak ada yang mengubris. Kenapa semuaya terasa aneh. Sudah dua desa ini aku jajakan barang daganganku tapi sikap warga seperti ini. Ada yang aneh.. dan tidak beres ini.. dengan wajah tenang dia berusaha menyapa ibu-ibu yang ditemui. Semua menatap dengan was-was.. senyum terpaksa tergambar kaku di wajah-wajah ini… ini pasti ulah anak buahnya Warto ini. Biar dandang saya dan teman-teman tidak laku. Mereka pasti menyebarkan isu yang tidak-tidak ini. Aku harus menghadap bos ini.

Sabtu, 14 Juni 2008


“CLARA”

oleh Donatus

Sejak kejadian itu aku pindah ketempat ini. pohon flamboyan yang mungil namun tertata rindang memayungi hari-hariku. Sudah lama sekali keluarga, teman-teman tidak mengunjungiku termasuk Karin gadis yang sangat kucintai. Aku bingung setiap kali mereka datang, mereka tidak pernah mau masuk hanya berdiri didepan sana sambil menunduk. Aku bahkan tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Hari-hariku bersama kesendirian. menyaksikan taburan bintang yang menghias cakrawala nan megah. Bintang-bintang itu begitu anggun dan mempesona. Malam-malam seperti ini sering aku habiskan berdua bersama Karin. Saat-saat akhir kepergianku ketempatku yang baru.
“Mas milih yang mana dari bintang-bintang itu?” Karin memandangku dengan lembut sambil mengarahkan telunjuknya…
“Aku ingin semua bintang-bintang itu menghiasi malam kita sayangku” dengan saksama kutatap dalam-dalam bintang yang ada dicakrawala.
“Kalau aku hanya ingin bintang yang disudut sana yang paling terang untuk hadir menerangi cinta kita.”
Aku sangat mencintaimu Karin. Aku tidak ingin pergi, aku ingin sekali menghiasi hari-hari kita dengan cahaya lembut dari bintang-bintang itu. Aku tidak tahu kenapa aku sangat posesif dan melankolis malam ini. Tidak sepertinya aku memiliki perasaan yang seperti ini. ada ketakutan kegelisaan tiba-tiba hadir bagi selimut menutupi seluruh tubuhku dan itu sangat gerah.
“Sayang…emm” aku tak mampu melanjutkan.
“Kenapa Mas? Kok mas kelihatan sedih ada apa? Masalah kerjaan? Rumah? Atau Om Alex lagi?” Karin selalu mengeluarkan pertanyaan yang bertubi-tubi ketika ada suatu hal yang dianggab telah terjadi padaku.
“Ayo mas, kalau Karin bisa bantu akan Karin bantu.. Mas ngomong aja.!”
“Ternyata ada sesuatu hal yang tidak bisa kita pahami walaupun itu diri kita sendiri”
“Mas….,Karin serius..Jangan berfilsafat.” Raut wajahnya berubah dari romantis menjadi penuh penasaran. Tapi hal itu yang selalu membuatku semakin cinta dengan Karin. Dia perhatian peduli dengan keluarga. Kalau di rumah mama selalu memujinya.
“Kamu beruntung Arya mendapatkan kekasih seperti Karin, cantik baik hati, supel, ramah lagi. Zaman sekarang susah untuk mendapatkan gadis seperti itu.”
“Ah..mama biasa aja. Mama aja yang terlalu berlebihan.”
“Banyak dari teman-teman mama yang selalu bermasalah dengan menantu mereka. Setiap saat selalu bertengkar. Nggak pernah akur. Lihat menantunya tante Melani. Ada saja maunya.
“Mama..kan Karin bukan menantu mama..”
“Justru mama ingin punya mantu seperti Karin. Mama ingin sekali kamu dapat menikahi Karin.”
“Mama mulai lagi..sudalah Arya mau kekamar.”
“Dasar…anak sekarang kalau diajak ngomong serius gak pernah didengar.”
Mama selalu ingin aku cepat bertunangan dengan Karin. Setiap kali Karin datang mama selalu saja ngomong panjang lebar kadang diteras bahkan sampai kekamar mama. Nggak tahu apa saja yang dibicarakan. Ya..perempuan memang sukanya ngegosib. Kedekatan seperti ini mungkin membuat mama menaruh hati pada Karin yang dianggabnya gadis yang pantas hadir dalam keluarga kami.
“Mas….Mas…” Aku tersentak kaget. “Ditanya kok ngalamun..emang kenapa? Tante nyuruh kamu cepatan nikah?”
“Nggak sayang…aku hanya merasa aneh saja dengan diriku sendiri. Ada semacam keterasingan yang muncul dalam diriku, ketakutan, gelisa, dan hasrat ingin sekali terus bersamamu”
“Ya udah mas.. mungkin itu perasaan cinta mas terhadap Karin yang besar. Makasih ya mas..” dengan lembut Karin mencium pipiku. Dingin hanyut mengalir diseluruh tubuhku. Ada yang aneh..tidak biasanya seperti ini. disaat Karin mencium pipiku aku merasa ada rasa hangat yang mengalir dan membuatku menemukan semangat yang tak kubayangkan. Tapi kali ini dingin..ya sangat dingin…
Jalan Setia Budi tidak begitu ramai, kususuri jalan itu perlahan-lahan. Hujan rintik-rintik, kabut tebal menyelimuti jalan satu arah ini. Dan..seperti suara gemuruh dari depan aku tak sanggub menginjak pedal rem dan..selanjutnya aku merasa sangat dingin..dingin yang menusuk tulang ditambah gelap memekat yang tidak pernah kulihat seumur hidupku. Setelah itu aku tidak tahu tiba-tiba aku sudah berada ditempat yang baru ini. Awalnya aku bingung berada disini tetapi lama kelamaan aku terbiasa melihat bintang-bintang di angkasa tanpa suara bising yang sering aku dengar disekitar kantorku, walaupun tak ada Karin disisiku. Namun rasa keterasingan dan kesendirianku mulai membumbung saat kusaksikan orang-orang yang kusayangi tidak mau mendengarkanku, bahkan untuk masuk ketempatkupun mereka tidak mau.
Mama sering datang sambil meneteskan airmata dia komat-kamit. Aku nggak ngerti apa yang dilakukan mama… berdiri didepan sana…lama sekali. Semakin hari, ketakutan semakin mencengkram jemarinya disetiap sudut tubuhku..bintang-bintang yang menjadi hiburanku semakin meredup dan perlahan-lahan tenggelam. Kegelaban muncul merajai setiap ruang waktuku.
“Karin aku merasa takut sekali..Sayang aku tidak betah tinggal disini..aku..aku..bahkan bintang-bintangpun mulai pergi meninggalkanku..”
****
“Eh..Karin, Ayo silakan masuk Nak ada apa kok pagi-pagi begini udah datang.”
“Ada yang mau aku sampaikan pada Tante…” Karin menarik nafas sesaat.
“Iya ada apa?”
“Gini tante, Semalam Karin mimpi ketemu Mas Arya..dia….Dia sangat menderita dia enggak tenang tante kita harus melaukan sesuatu.”
“Maksudnya?”
“Karin lihat Mas Arya berada ditempat yang sangat gelap, wajahnya sangat kusut tidak terurus dan seperti orang yang kesakitan, dia terus memanggil nama Karin, Tapi Karin enggak bisa apa-apa, tiba-tiba suaranya menghilang…Dia butuh bantuan kita Tante..”
“Berarti Arya enggak bahagia disana”
“Iya tante kita perlu melakukan kebajikan atas nama Mas Arya biar dia tenang, karena hanya itu yang bisa kita perbuat. Selama ini kita belum melakukan hal yang khusus untuk Mas Arya. Doa-doa saja tidak cukup…Kita harus melakukan dana untuk Sanggha dan juga orang-orang yang membutuhan lainnya, atas nama Mas Arya. “
“Kalau gitu nanti tante bicarakan sama om.”
***
Tiba-tiba ada sosok dua orang muncul dihalaman depan. Perlahan-lahan mereka mendekat. Aku kenal dengan jelas dia Karin gadis yang kucintai. Ada yang berubah, senyum indahnya tidak pernah mekar dibibirnya yang mungil. Dia terlihat murung... kemana perginya kecerianmu sayang. Tetapi siapa laki-laki yang disampingnya..Aku tidak kenal dia. Setahuku Karin tidak punya kakak laki-laki ataupun sepupunya laki-laki. Laki-laki ini terlihat tenang, kemudian dia menggandeng tangan Karin..siapa kamu?
“Mas Arya...Mas adalah pria yang paling Karin cintai..mas adalah bintang yang setiap saat menerangi kegelapan hati Karin..tetapi kenyataan selalu berbeda…”
Apanya yang beda aku disini sayang. Aku bahkan setia menunggumu. Kamu tidak pernah mau masuk, aku selalu memanggil namamu.. Tapi kamu selalu berhenti dan berdiri disitu.Tidak biasanya, aku kini mampu mendengar apa yang dibicarakan orang-orang yang ada diluar sana.
“Kenalkan mas ini Mas Bagus Pernama…Dia yang selama ini menjaga Karin sejak kepergian Mas Arya..Dia orang yang sangat baik…perhatian dan selalu menemani hari-hari Karin..walaupun tidak sepenuhnya sama..tapi saya akan belajar untuk mencintai Mas Bagus..
Apa mencintai…kamu tidak salah ucap, Karin..bagai disambar gledek aku kaget..jadi laki-laki itu yang kini hadir di hati Karin..jadi semuda itu dia melupakan aku..kamu mengingkari janji kita sayang..kamu tegah sekali. Aku bahkan selalu berusaha untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang telah kita rajut bersama. Dan..kini mimpi itu hanya menjadi fatamorgana..pedih rasanya seperti ditusuk seribu belati menancap jauh dan semakin jauh kedalam hati..
“Mas Arya….”Butiran air mata menetes dari pelupuk mata indah yang selalu kutatap ketika aku masih bersama-sama dengan dia..
“Maafkan Karin..hidup ini adalah pilihan dan inilah saatnya Karin harus memilih..Sekali lagi maafkan Karin mas.” Sambil menangis Karin duduk dan memegang potongan lempengan tembok yang ada disana.
Aku disini Karin sayang..kenapa kamu tidak mau melihat aku. Aku sangat rindu sekali..aku ingin kita bisa pergi bersama lagi kepantai menyaksikan laut atau ke Kafe Star untuk merasakan sejuknya udara malam.. Dan apa? kamu minta maaf..tidak semudah itu melerai kembali untain kasih yang telah kita rajut. Dan itu sudah menjadi benang yang mengikat kita..aku merasa semakin perih.perih sekali. Aku berusaha mendekati mereka tetapi langkah kaki ini tidak pernah mau bergerak maju. Semua tenaga telah kukerakan tetapi sia-sia. Seluruh badanku seperti terikat oleh kawat besi yang tak sanggub kulepaskan.
“Sudah Karin hari mulai sore kita pulang.” Bagus merangkul pundak Karin dengan lembut.
“Mas Arya Karin pergi dulu semoga Mas Bahagia.”
Kutatap langit..tak ada bintang yang bersinar kabut hitam menebar disudut-sudut langit, semakin pekat..rona alam tak ada yang bersahabat..lolongan serigala membuat ketakutan bercampur pedih. Bagai pisau belatih yang dilumuri cuka merembes menebus daging dan tulang….kenapa aku seperti ini? angin bertiup perlahan-lahan dan kencang.
Sesaat kemudian ada senandung indah memecah kengerian. Suara itu dari jauh perlahan-lahan. Bunyi kecapi, seruling mada pujian dan lantunan syair-syair cinta dan kedamaian bagai tenaga super power. Perlahan-lahan menyapu langit yang pekat. Warna biru mulai kelihatan, walupun belum ada bintang. Suara musik itu semakin dekat, nyaring tapi tidak bising. Merdu mendamaikan sukma. Terangpun mulai muncul. Ada kunang-kunang terbang mengitari tempatku dengan gerakan lembut seolah mengajakku berdansa. Aku kenal lagu itu..ya..aku ingat lagu yang selalu dinyanyikan di vihara “Chan of Metta” seruan untuk kebahagiaan dan kedamaian semua makluk. Ingatanku muncul bagai film layar lebar terpampang jelas. Saat aku melakukan berbagai aktifitas divihara bersama teman-teman remaja. Melakukan baksos didaerah-daerah yang terpencil. Dan saat-saat itu juga aku bertemu dengan gadis yang luar biasa Karin. Meditasi bersama, sampai saat-saat yang terkecil ketika aku memberikan uang cepek untuk pengemis dijalan dan menatap wajah mereka yang sangat bahagia. Ketakutan seperti teruarai dan meleleh mengalir memasuki selah-selah tanah yang basah. Rasa riang menempati selah-selah hatiku. Ada semacam aliran energi dari lantuan lagu Metta. Aku bagai malaikat melayang dan bermain dengan kunang-kunang. Bercanda dengan angin malam. Sementara bintang dilangit bermunculan dan seolah-olah tersenyum dengan kebahagian yang kurasakan.
Dari kejauhan ada rombongan yang sedang berjalan menuju kearahku.. sepertinya kali ini semua keluarga hadir. Ada mama, papa, Rayan, Maya, Karin, dan Bagus serta beberapa lagi yang tidak aku kenal..mereka beriringan semakin dekat, mereka pasti mau menjengukku dan aku berharap kali ini mereka masuk..dan aku ingin sekali Karin bicara jujur tentang hubungan kami. Lagi-lagi mereka tidak mau masuk..dan aku memutuskan untuk mendekati mereka. Dan perjuangan yang luar biasa aku berjalan menuju ketempat mereka berkumpul…suara mereka terdengar membacakan syair yang aku kenal..Ya itu parita yang dilantunkan bagi orang yang meninggal…tapi kenapa tidak dipemakaman kakek saja? Ah..aku mau lihat. Mereka mengelilingi sebua onggokan fondasi dengan taburan bunga yang berwarna-warni ada sebua nisan terpampang disana dan aku bisa melihat dengan jelas tulisan itu..sangat jelas, “ARYADEVA” Sabbe Sankara Anica.” Bukankah itu namaku? Berarti aku…. Tiba-tiba hujan gerimis, bersama suara gemuru dan perlahan-lahan kabut membentang dari arah timur muncul sebua sinar..apa ini sinar matahari..tidak dia terang sekali tapi tidak menyengat dikulit sejuk terasa bagai cahaya rembulan..muncul..perlahan-lahan semakin dekat..dekat sekali aku tidak melihat sesuatupun disekelilingku. Cahaya itu memantul bersinar sehingga tubuhku pun terlihat menguning…lantunan syair terdengar merdu dan sayup-sayup mendamaikan. Ada sebua cerobong terbentuk diatasku.. dan seperti kekuatan mahadasyat mengangkat seluruh tubuhku masuk keterowongan tersebut, bagai lorong waktu aku masuk dan menembus dengan cepat. Selanjutnya aku tidak ingat apa-apa…
****
Kehamilan Karin telah berjalan sembilan bulan. Sebelum melahirkan Karin ingin sekali berkunjung kerumah orang tua Arya.
“Tante sepertinya Mas Arya sudah damai. Aku merasakan itu..setiap hari aku lebih tenang sejak sembilan bulan ini. dan dia juga tidak hadir lagi di mimpiku.”
“Syukurlah Nak..tapi tante akan terus melakukan Fang-Sen (pelepasan Binatang) dan akan berdana kepada orang-orang yang membutuhkan. Dan terus mengharapkan kebahagiaan Arya…O ya.. Kapan nih waktu melahirkan?”
“Dokter mengatakan minggu depan” sepertinya bayinya perempuan… Aneh selama ini Karin selalu ngidam makanan kesukaan mas Arya.”
****
“Selamat pak Bagus bayi anda lahir dengan selamat dan sehat”
“Trimakasih dok. Bisa saya jenguk sekarang?”
“Oh silahkan Pak”
“Mas Bayi kita perempuan” Karin teringat dengan nama yang indah yang pernah diucapkan oleh Arya.
“Sayang nanti kalau kita sudah menikah dan punya anak saya mau kasih nama Clara?”
“Kalau laki-laki gimana?”
“Saya yakin bayi pertama yang lahir dari rahimmu adalah perempuan dan namanya adalah Clara.. ya..Clara artinya cahaya atau sinar. Dia yang terus hadir dan menerangi hidup kita. Dia yang akan menjadi sumber inspirasi kita. Dia yang akan menerangi hari-hari kita.
“Sayang ternyata kamu benar anak kita cewek. Siapa nama yang pantas.” Bagus membelai istrinya. Sementara Karin tetap diam dan memikirkan sesuatu.
Karin membuka mata lebar-lebar menatap bayi mungil tersebut dengan senyum kepuasan merekah dibibirnya, “Namanya, “CLARA”
****

cerpen


Belis
Oleh Donatus

Malam itu cahaya lampu sangat terang. Sebua rumah dengan dinding setengah tembok. Dinding selanjutnya dari papan. Bentuk bagunan rumah ini tidak berbeda dengan rumah warga lain. Dan pada sebua rapat desa rumah inii dikategorikan sebagai keluarga menegah.. walaupun banyak warga yang bingung kok hanya rumah nya Bapak Desa dikategorikan sebagai keluarga menengah? Sudalah.. mungkin sang pemilik rumah mau memberikan semangat pada warganya bahwa jangan mau kita dibilang miskin.. sebenarnya yang berbeda adalah malam itu..tidak biasanya rumah ini diterangi lampu gas..biasanya juga pakai lampu minyak tanah kalau Orang Jawa bilang lampu teplok.. padahal mesin listrik untuk desa sudah dibeli..dengar-dengar katanya mesin itu belum lunas masih hutang puluhan juta.. Berbagai sumbangan dana untuk pembangunan desa ini harus dialokasikan untuk melunasi hutang mesin desa.. Bapak Desa yang baru dilantik ini tambah pusing. Tapi untunglah dia belum punya istri. Jadi pusingnya hanya buat program-program pembangunan desa. Ya..salah satunya bagaimana caranya untuk melunasi mesin listrik desa..
Malam semakin larut.. rumah ini sudah dipenuhi para bapak-bapak. Duduk mengelilingi meja.. bercengkerama tentang aktifitas siang tadi.. sesekali meneguk moke dan mengisap rokok berekor kuning.. menurut warga di desa Ile Beleng. Ini rokok yang paling nikmat dari yang berekor putih.. sebua kenikmatan tersendiri kalau menikmati rokok ini.. sementara para ibu-ibu dan gadis-gadis sibuk di dapur menyiapkan makan malam.. para bine anak mengurus daging.. sudah menjadi tradisi kalau ada acara seperti ini pihak yang disebut-sebut sebagai bine anak akan sibuk sekali. Ini saatnya mereka harus melayani keluarga laki-laki dari istri mereka. Mulai dari potong daging babi, kambing, ayam sampai potong ikan sekalipun dilakukan.
Malam ini merupakan saat yang menentukan bagi sepasang kekasih. Sejoli yang diam-diam berkomitmen untuk membangun rumah tangga berencana untuk mendapat restu dari orangtua. Selanjutnya memasuki Gereja untuk mohon berkat dari Tuhan. Sudah jadi tradisi bagi warga Ile Beleng. Proses pernikahan harus melewati suatu fase yaitu “Bicara Adat” saat dimana keluarga pria dan wanita bertemu untuk membicarakan soal belis. Tentu saja kalau bicara tentang belis berarti ada hubunganya dengan gading gajah. Dan malam itu….
“Malam bae1..”
“Malam bae.. kita tunggu saja satu orang lagi.” Kalau froum seperti ini ada seseorang yang menjabat sebagai moderator sekaligus pemandu acara.. dia diutus untuk mengatur kapan dimulai dan kapan harus berakhir.
Suasana semakin memanas.. minuman moke yang diteguk dari tadi sudah mulai beraksi.. meremat urat saraf.. biasanya kalau bicara pelan-pelan.. sekarang volume suara perlahan-lahan mulai meninggi.. semua ingin bicara.. memang luar biasa kerja sang moke. Dia bisa buat Susana jadi riuh dan memanas.. mungkin khasiatnya ini orang-orang di Desa Ile Beleng dan sekitarnya jadi suka minuman satu ini.
Botol kosong mulai dipinggirkan, dan botol isi keluar dari kamar.. sepertinya minuman ini sumbernya ada didalam kamar. Daging yang sudah matang disajikan. Tentu saja ini bukan lauk untuk makan tapi untuk teman sang moke..
Dua orang di pojok meja saling berbisik..kelihatannya oborolan mereka jauh lebih penting dan menentukan jalannya acara ini.. sementara yang lain terus saja bercengkerama tentang hasil kebun, ladang, juga tidak ketinggalan membahas tentang pengumuman sang humas desa tentang pencurian daun singkong dan papaya di kebun Bapak guru sekolah.
“Ah… itu paling diambil sama anak-anak sekolah itu…buat makanan babii sumbangan pendidikan.” Bapak setangah baya yang terkenal dengan leluconya, dia dipanggil Bapak Dere menanggapi, saat ada yang menyinggung soal pengumuman sang humas sore kemarin.
“Memang anak-anak itu pintar.. babi itukan di taruh di rumah si Bapak Guru jadi mereka pikir.. buat apa susah-susah cari tempat lain di kebunnya Pak Guru banyak sayuran.” Sahut Bapak Ado, lelaki yang berambut uban yang selalu terlihat ceria.
“Ha..ha…ha..iya…benar juga.”
“ Eh…Nong Laga.. tadi sore saya ambil daun singkong di Ladang mu..karena sudah terlalu sore saya terpaksa ambil, takut pulang kemalaman.” Rupanya Ibu Maria di belakang mendengar obrolan bapak-bapak ini.
“Oh.. begitu.. dengar tidak pengumuman tadi siang.. kalau yang curi daun papaya atau singkong disuruh lari keliling gereja sambil bawa barang-barang yang sudah dicuri.” Yang punya ladang menyahut dari samping rumah.
“Ha..ha..ha… berarti besok kita lihat Ona Maria lari keliling Gereja dengan bawa daun singkong. Sahut Bapak Ado.
“E…bukan cuma saya yang lari keliling gereja tapi kita semua.. soalnya daun singkongnya dimasak buat makan nanti.” Ibu Maria tidak terima.
“Ya.. sudah lah.. besok Ibu Maria yang lari dulu kita ikut dari belakang sambill bawa piring.” Bapak Dere menyelah.
“Bagaimana bisa bawa piring bukannya daun singkong?”
“Karena daun singkong sudah jadi sayur… makanya sekarang jangan dimakan dulu disimpan masing-masing bawa satu piring isinya daun singkong.”
“Ha..ha…ha….ha…” suasana semakin riuh.
Tiba-tiba Susana nampak tenang. Semua mata yang duduk diruangan mengarah sosok kurus tinggi muncul dari pintu depan.. rupanya dia tadi diberikan tugas oleh bapak tua yang duduk dipojok meja.
“Bagaimana nong2?”
“Sekitar lima belas menit lagi mereka kesini.”
Sang moderator mulai siap-siap. Mungkin dia sedang berusaha menyusun kata-kata. Bagaimana harus memulai. Tetapi.. ada yang lebih gelisa.. seorang ibu muda duduk di kamar, tak ada sepata kata pun keluar dari mulutnya.. wajah ceria berubah menjadii guratan kebimbangan, kegelisahan, kesedihan. Dia tau keluarga laki-laki yang datang nanti tidak memiliki gading. Dalam hati tidak banyak yang dia inginkan. Dia ingin anak gadis pertamannya ini bisa dipermandikan, mendapat berkat dari Tuhan selayaknya anak-anak lainnya. Untuk sampai tahap itu proses adat seperti ini harus di lewati. Dan untuk fase ini keputusan ada di tangan saudara laki-lakinya. Dia tahu betul saudara laki-laki satu-satunya. Sebelum dan sekarang sudah jadi Kepala desa. Kalau dia bilang tidak..ya.. selanjutnya tidak. Tak ada ruang untuk kompromi. Kenapa untuk bisa “masuk Gereja” keputusan adat yang menentukan? Hubungannya dengan laki-laki yang telah melahirkan putri yang lucu berumur 3 tahun ini tidak direstui oleh kedua keluarga besar Sogemaking dari dirinya dan Lewohayong dari bapak anaknya. Karena cinta dan komitmen yang sama membuat mereka siap menghadapi rintangan apapun. Kedua keluarga besar toh pada akhirnya bisa menerima karena anak gadis sudah hamil mau tidak mau harus di iyakan. Namun proses adat tidak berhenti disini. Secara kekeluargaan bisa di terima belum untuk adat, agama, dan hukum. Dan pintu gerbang untuk restu gereja dan hukum adalah adat, jelas itu tidak ada kompromi. Semua harus diterima karena ini sudah diatur secara turun temurun.
“Itu rombongan mereka sudah datang”
“Kita siapkan tempat.” Suasana kelakar berubah menjadi tenang. Semua orang yang duduk berdiri, saling geser. Menyambut tamu dari pihak laki-laki.
Lampu gas terlihat dari jauh. Iring-iringan orang-orang terlihat rapi. Semakin dekat..semakin dekat. Dan sekarang tanpa diperintah ala militer semua berdiri rapii didepan pintu. Susana hening sejenak… Tak ada suara dari luar maupun dari dalam rumah. Sedikit bisik-bisik mengambang di udara. Seseorang maju beberapa langkah. Sepertinya dia pimpinan rombongan atau mungkin juru bicara rombongan ini. Persis dii depan pintu dia berhenti.
“Malam bae..” tak ada sahutan
“Malam bae..” sekali lagi tetap..tak ada sahutan
“Malam bae..” semua yang berdiri di depan pintu dag..dig..dug.. kalau sampaii sapaan ketiga juga tidak dibalas berarti mereka tidak diterima untuk masuk…Kemudian…
“ Malam bae..” Pimpinan dari keluarga perempuan menyahut.
Seketika semua merasa lega. Rombongan dari keluarga laki-laki tersenyum lega. Seperti melepas beban karung beras dipundak dengan berat ratusan kilogram. Tapi mereka sadar ini baru awal menuju pertarungan. Kata “iya” dari keluarga perempuan adalah mantra mujarap untuk mensandingakan anak mereka di pelaminan.
Semua peserta rombongan dipersilakan masuk dan mengambil tempat duduk yang disediakan. Siri pinang disajikan selanjutnya rokok dan moke ditawarkan kepada para tamu.. Suasana tidak serenyah tadi. Tawa dan senyum sepertinya hanya sebua fatamorgana. Masing-masing pihak sedang mempersiapkan ide-ide maupun tanggapan. Setelah para tetua menyantap siri pinang, inti pertemuan ini dibuka.
“Malam bae ema, bapak, kakak arii, bine anak.3. malam hari ini kedua keluarga besar dari Lewohayong dan Sogemaking bertemu untuk membahas adat untuk anak kita Kepitang dan Ida. Dan…saya mempersilakan kepada pihak keluarga laki-laki untuk menyampaikan maksud dan tujuannya.”
“Malam bae ema, bapak.. kami datang kesini untuk mendiskusikan tentang nasib kedua anak kita… mereka sudah saling suka dan kita tidak memaksanya.. kami rasa dari pihak ema bapak juga tahu kalau semua pilihan ini mereka yang buat.. kami mengharapkan adalah mereka bisa dapat berkat di Gereja agar anak mereka bisa dibaptis. Ketua rombongan memulai. Kemudian…
“Kita semua mengharapkan seperti ini. Tapi adat harus kita terapkan. Kalau keluarga pihak laki-laki sudah bersedia duduk disini berarti ada…. Sesuatu yang telah disiapkan.” Pimpinan dari pihak perempuan menanggapi.
“Untuk sekarang ini kami belum bisa menyiapkan apa-apa…tapi suatu saat kalau ada akan kami atur.”
“Maaf.. kalau kita sampai membuat pertemuan seperti ini seharusnya pihak keluarga laki-laki harus bisa memperhitungkan.” Suasana semakin memanas raut wajah pembicara sudah memerah. Mungkin juga akibat moke. Suaranya meninggi.
“Kami mengerti..hal itu memang sangat penting, tapi itu bisa dijadikan jangka panjang. Yang penting adalah kedua anak kita ini bisa “masuk gereja.” Suara pembicara tetap pelan dan tegas
“Nah.. ini yang harus kita pahami juga.. bicara adat perkawinan itu tidak terlepas dari urusan belis.”
“Baiklah disini kami sampaikan bahwa sesungguhnya kami tidak punya gading untuk bisa diberikan kepada pihak perempuan. Untuk itu kami mohon kebijkan dari ema bapa agar bisa memberikan ijin agar anak kita berkat dulu, kami janji kalau ada gading kami akan atur.”
Tiba-tiba…..
“Tidak bisa kalau tidak ada gading sekarang ini atau pun dalam waktu dekat berarti Kepitang dan Ida tidak akan “Masuk Gereja”4. Lihat saya.. sampai sekarang saya tidak bisa bertemu dengan keluarga perempuan calon istri saya karena saya belum punya gading.. saya ditolak.. kalian harus tahu..” nada suara yang keras.. iya dia pria satu-satunya adik dari Ida. Bagi masyarakat Ile Beleng dan sekiatarnya suara anak laki-laki adalah punya pengaruh. Perempuan tidak bisa berbuat banyak. Laki-laki lah yang menentukan.
Susana menjadi hening. Kata-kata Lado seperti belatih yang menyayat seketika harapan dari kakak perempun dan calon suaminya. Bak nyala lilin redup yang berusaha menerangi ruangan tiba-tiba padam. Sebelumnya dia tidak menyangka adik laki-laki kesayangannya bisa mengeluarkan kata-kata seperti ini dihadapan keluarga calon suaminya… bulir-bulir air mata lepas dan membasahi pipi kering. Tak ada yang bisa diharapkan…Putri buah hubungan dia dan Kepitang, terlelap pulas dipangkuannya..
Anakku maafkan ibumu dan bapakmu.. karena perbuatan kami.. kamu harus menanggung. Kamu belum bisa dibaptis. Bulir-bulir air mata berubah menjadi tetesan air mata yang sangat cepat. Larah hatinya tak bisa dibendung..isak tangis pun memecah kesunyian. Semua diam sesaat larut dalam kesedihan dan kepasrahan.
Kemudian…
“Maaf bagi saya tidak ada lagi yang perlu dibicarakan… kecuali pihak laki-laki bisa menyiapkan gading dalam waktu dekat…malam ini kita tetapkan kapan waktunya ada gading.. setelah itu kita bicarakan pemberkatan.”
Utusan keluarga pihak laki-laki tidak bisa membantah lagi. Pembicaran ini mengarah pada gading. Mereka sekarang ini belum memilki gading secara pasti.
Suara bisik-bisik terdengar diluar rumah.. dibalik kegelapan malam sebanarnya ada sosok yang tidak berani memperlihatkan wajahnya. Dialah calon mempelai laki-laki. Dari tadi dia mendengarkan semua pembicaraan ini. Bukan porsinya untuk berada di meja adat itu. Tapi justru masa depannya bergantung pada putusan di meja adat itu. Andaikan dia bisa bersuara. Dia akan berteriak, adat macam apa ini... Hanya jadi ajang balas dendam. Cuma jadi kesempatan untuk menuntut. Hanya jadi tameng untuk mempertahankan budaya leluhur. Kalau memang dua anak manusia sudah berjanji untuk membangun mahliga rumah tangga kenapa adat selalu menjadi hambatan. Toh yang susah senang nanti kami yang rasakan.. gelap malam ini bagai selimut hitam membalut asa yang kandas.. berapa lama lagi dia harus hidup dengan perempuan dan anaknya yang secara adat, agama, dan hukum bukan istri dan anak.. anaknya hanya bisa disebut anak bilogis dan bagaimana dengan Ida? Hanya istri biologis?
Harapan untuk mendapat mantra “iya” pupus sudah. Tidak ada lagi yang perlu dilakukan selain menuggu gading dari belis gadis marga Lewohayong. Padahal sekarang gajah sudah dilindungi sebagai bintang langkah dan menurut aturan pemerintah. Memperjual belikan bintang langkah atau bagian tubuh bintang langkah maka dikenakan sangsi hukum alias dipenjara.

Rabu, 11 Juni 2008

Selasa, 10 Juni 2008

Samsara



Samsara

by Donatus


Angin berhembus perlahan-lahan. Dingin mencekam menembus tulang. Bibirku gemetar tak mampu menahan dingin. Hanya terbungkus kulit aku berdiri di sebua tempat yang begitu asing. Tak ada seseorang yang hadir, ditengah kesendirianku. Jalan lurus terbentang didepan mata. Ketika aku menoleh kebelakang semua terlihat gelap. Aku tak mampu menggerakan badan untuk maju maupun melangkah mundur. Seperti jabang bayi yang terkungkum dirahim ibu, pasrah dengan apapun yang terjadi. Aku tetap berdiri. Dan terus membiarkan diriku merasakan dinginnya angin malam, menyusup kesetiap pori-pori tubuh dan membekukan aliran darahku. Tiba-tiba ada suara langkah kaki terdengar walaupun suara itu terdengar dari kejauhan tapi bunyinya berdentang dikuping dengan hentakan kaki yang berirama. Kedengaran lembut dan mendayu-dayu. Ada cahaya remang-remang memancar dari depan. Tapi cahaya itu terpecah ada bayangan yang muncul ditengah. Bayangan itu membentuk sesosok manusia yang bergerak kearah tempat aku berdiri. Perlahan-lahan bayangan itu membentuk sosok tubuh seorang perempuan. Semakin dekat rambut panjang terurai menutup pundak, sedikit terbang beriringan dihembus angin. Dekat sekali sosok itu berdiri didepanku dengan tinggi semampai. Tubuh langsing mata bulat hidung yang tidak terlalu mancung dengan wajah oval dan bibir tipis. Rona wajah itu begitu lembut. Bibirnya bergetar. Senyum manis tersungging dibibir yang mungil. Dia mengenakan gaun malam yang berwarna putih tak kalah putih dengan kulitnya. Keanggunan sangat terkesan dan kesempurnaan seorang perempuan tergambar jelas. Aku tetap diam menyaksikan gadis cantik, dari kepala sampai kaki dia benar-benar sosok seorang gadis yang sempurna. Ketakutan sepertinya pergi dariku. Aku tak mengenal lagi persaanku sendiri. Ada pikiran yang muncul. Siapa kamu sebenarnya? Aku tidak pernah melihat gadis sepertimu? Kenapa kita harus bertemu ditempat seperti ini? dan dia mengarahkan tubuhnya sehingga menyamping. Aku masih mengagumi dia. Dan…
“Kamu pasti sudah lupa…dan memang itu menjadi sifat aslimu.”
Aku tersentak.. apa lupa..sifat asli..apakah kita pernah bertemu. Tapi dimana? Aku mencoba memaksa otakku untuk mengingat kembali semua kejadian yang terkesan yang pernah kualami.
“Tapi aku rasa kita tidak pernah bertemu sebelumnya.”
“Sudah kukatakan itulah sifat aslimu. Kamu selalu lupa.”
Suara itu begitu lembut walaupun terdengar sedikit sinis. Tak ada senyum yang membungkus bibir indah itu.
“Aku selalu hadir ditengah-tengah kehidupanmu. Aku selalu menemanimu untuk merangkai kebersamaan kita.”
“Sungguh…siapa kamu sebenarnya? katakan saja!”
“Untuk apa kamu telah menghapus kenangan-kenangan manis yang telah kita rangkai..aku pikir kamu kesini untuk menemuiku..Tapi aku salah…”
Aku tidak pernah melihat gadis ini sebelumnya apalagi sampai merangkai hubungan yang lebih serius..sepertinya dia salah orang.
“Aku pikir kamu salah orang..mungkin saja ada orang yang mirip denganku dan..”
“Tidak hatiku tidak pernah salah aku kenal orang yang paling kucintai…yang selalu menghadirkan kebahagian dalam setiap hari-hariku...dan sekarang aku sudah kembali tapi apa…” Air mata menetes dan rona wajah yang ceria itu berubah menjadi murung. Kesedihaan terbingkai disana. Aku tahu hatinya pasti sakit. Tapi siapa laki-laki itu yang begitu tega meninggalkan gadis secantik ini..betapa bodohnya pria itu. Apakah matanya buta. Andai saja pria itu aku. Aku pasti akan terus menjaganya dan tak akan membiarkan dia pergi jauh.
“Aku tidak salah pria itu adalah kamu Mas Krisna..dan kamu selalu akan mencintai dan menjagaku.. Wajah itu berpaling kepadaku sorot mata itu berusaha memaksaku untuk mengingat tapi dia menyebut aku Krisna..Krisna..
“Aku bukan Krisna dan aku tidak pernah menjalin hubungan denganmu. Kenapa kamu terus memaksaku.”
“Mas tatap mataku…bukankah mas selalu mengatakan mata ini selalu menghadirkan terang. Bagai cahaya rembulan mata ini selalu teduh..” Kutatap mata gadis itu. Air mata membentuk lingkaran pada bola-bola mata perlahan-lahan dua buah bulatan mengalir dipipi. Semua berubah. Gadis ini benar-benar begitu terluka. Tetapi dia begitu kukuh mengangab aku Krisna.
“Aku bukan Krisna…Tapi Aryo…dan aku sendiri juga tidak tahu kenapa aku bisa berada ditempat ini bahkan aku sendiri tidak ingat apa-apa lagi darimana aku apa saja yang telah aku lakukan semuanya menghilang. Aku semakin bingung..
“Mas…Ingat mas ini Mayra..Mas selalu memangil May…disaat bulan Mei juga kita bersepakat untuk menyatukan hati dan membingkainya dengan rasa Cinta.” Suaranya mulai meninggi dan kekecewaan menyelubungi tapi semangat masih tergambar dibalik kekecewaan itu. Aku berusaha untuk mengingat perlahan-lahan.
“Tapi….aku….aku..ah..aku tidak pernah…sungguh apa yang harus aku lakukan lagi..dan apa yang harus aku katakan..” Dengan keras kupukul kepalaku untuk mencoba mengingat tapi semuanya sia-sia..
“Sudahlah….semuanya sia-sia. Penantianku untuk bisa bersama kembali dengan mas Krisna hanyalah mimpi saja.” Kali ini dia benar-benar putus asa.
Haruskah aku mengakui kalau aku pria yang bernama Krisna itu yang telah meninggalkan. Hanya untuk menyenangkan dia. Tidak mungkin.
“Aku berusaha untuk mencarimu kemana-mana agar kita bisa bersama kembali tapi tidak bisa ketemu..ya.. semua ini juga salahku mas..aku yang terlebih dahulu meninggalkanmu mas. Tapi waktu itu mas berjanji suatu saat kita pasti akan bersama kembali. Walaupun hal itu tidak mungkin..tapi….karena aku yakin mas selalu menepati janji akupun pergi dengan tenang..aku selalu menemani mas walaupun mas tidak pernah melihatku. Tapi mas selalu mengatakan kalau mas merasakan kehadiranku. Kemudian kejadian sesaat telah membuatku kembali yakin kita bisa bersama….. tetapi sejak itu mas pergi dengan tiba-tiba dan…..tak pernah kembali…”
Suasana tenang mungkin dia berusaha menyusun kata-kata memaksaku untuk mengakui diri sebagai Krisna, pria yang sangat dia cintai itu. Tapi..
“Apakah tidak mungkin kita untuk bersama kembali…..” suaranya mulai merendah dan tangis terdengar.
“Mas….” Dia menatapku dalam-dalam dengan beruarai air mata
“Apakah semua ini akan berakhir?”
Aku semakin bingung dan dalam kebinggungan. Ada rasa simpati melihat kesedihan gadis didepanku yang menyebut namanya Mayra. Tapi apa yang harus aku lakukan..aku berusaha mengingat nama itu Mayra..Mayra..Mayra…. Tiba-tiba dari kejauhan aku dengar namaku dipanggil.
“Ryo..Ryo..” suara itu dari kejahuan..tapi semakin dekat..dekat sekali dan aku mulai mengenali suara itu. Iya..tidak salah lagi itu suara Angel..ya Angel..tapi dimana dia…
“Aku ada disini Angel dimana kamu..aku tidak melihatmu..” kupandang kesekeliling yang ada hanya kegelapan. Tapi suara memanggil itu sangat dekat. Dan anehnya akupun tak bisa melihat Mayra lagi. Begitu cepat dia pergi. Tapi suara tangisan mendayu..semakin menjauh. Maafkan aku Mayra, aku tidak bisa berbuat banyak aku akan menceritakan apa yang kau alami jika aku bertemu dengan pria yang bernama Krisna itu. Maafkan aku Mayra kalau aku mengecewakanmu. Seperti suara gemuru dengan angin yang sangat kencang menyeretku masuk di sebua lubang kecil dan secepat kilat aku melihat secara samara-samar..
“ Ryo..kamu udah sadar..” senyum dengan wajah puas terlihat disisi tempat tidur.
“Angel..kamu..Ma..Pa..ada apa dengan Ryo.
“Tadi kamu tidak sadarkan diri lama sekali.. sampai-sampai Mama Papa sama Angel sempat kuatir dengan keadaanmu..tapi sukurlah kamu udah pulih.” Mama terlihat legah. Dan Angel terus memegang tanganku. Ada botol infus tergantung disamping tempat tidur dengan jarum yang tertusuk di pergelengan tanganku..
“Yo..kamu ada dirumah sakit udah dua hari ini dan mulai tadi pagi sampai sore ini kamu enggak sadar..sampai dokter bilang nggak ada harapan lagi..Tapi Tante sama aku yakin kamu pasti siuman.”
****
Siang itu saya dan Angel tiba dirumah Tantenya Angel. Disebua rumah yang sangat asri jauh dari kebisingan dan hirukpikuk aktifitas kota. Rumah itu sudah sangat tua sepertinya rumah itu rumah peninggalan orang-orang Belanda tetapi tetap terawat dengan baik halaman yang luas banyak pohon rindang dan bunga-bunga yang tertata rapi diteras membuat rumah itu begitu sejuk dan saat memasuki ruangan. Ada Suasana yang tidak asing. Aku merasa bahwa aku pernah mengunjungi tempat ini. Tapi mana mungkin baru kali ini Angel mengajakku kemari. Ah sudahlah mungkin persaanku saja..
“Eh ada tamu.” Seorang perempuan keluar dari ruangan belakang usianya kira-kira 50an tapi kelihatan begitu segar dengan senyum besar dibibirnya.
“Tante kenalin ini Aryo.. Aryo ini Tante Magda”
“Nak Aryo..selamat datang..mudah-mudahan betah tinggal disini…sepi enggak kayak dikota.”
“Aryo senang kok tante…tempatnya nyaman terus asri lagi..
“Iya Tante..” sambil melihat kesekeliling ruangan. Ruang ini seperti meninggalkan kenangan tersindiri dengan perabot-perabot yang kuno tapi terawat dengan baik.Tatapanku tertuju pada foto keluarga yang serba hitam putih yang terbingkai dan terpampang di dinding sebelah kiri.
‘Itu foto keluarga ya, Tante..”
“Itu foto keluarganya Tante sama Papanya Angel…O.ya Belum buatin minum.. mau minum apa nak..Teh atau kopi?”
“Biar Angel yang buatin aja..”
“Ya udah… ada air panas ditermos baru aja diisi.”
“Boleh saya lihat foto itu tante?”
“Silakan..foto jaman dulu waktu eyangnya Angel masih hidup. Ini rumah peninggalan Eyangnya Angel. Tadinya diserahkan sama Papanya Angel. Tapi papanya Angel milih tinggal dikota mengurus usahanya Jadi tante yang urus. Barang-barang peninggalan eyang masih tersimpan rapi. Termasuk foto itu.”
“Anaknya eyang ada empat. Yang ini anak pertama sekarang jadi dosen terus ikut suaminya sekarang tinggal di Australia, kalau ini Tante, terus laki-laki satu-satunya ini papanya Angel.
“Kalau yang ini siapa namaya Tante?” aku penasaran dengan sosok terakhir ini, senyumnya begitu manis, sepertinya ada misteri yang tergambar dibalik wajah cantiknya.”
Iya..Dia paling cantik diantara anak-anak eyang. Tapi nasibnya tidak semujur kecantikannya. Dulu..ketika dia masih ada, banyak laki-laki yang datang hampir setiap hari, selain cantik dia orangnya mudah bergaul.. walaupun para pria itu menyatakan cintanya tapi dia selalu mengangab mereka semua teman. Sampai suatu saat dia bawa seorang pria dan dikenalkan pada eyang putri katanya pria itu adalah pacarnya..lalu..” Tante Magda diam seperti memikirkan sesuatu yang tidak patut diceritakan.
“Lalu apa tante?” aku penasaran.
“Mereka sangat mencintai satu sama lain, Pria itu sudah punya rencana untuk melamar Ana tapi Eyang tidak setuju, karena Dik Ana masih sekolah, tapi mereka tetap pacaran tapi seperti yang tante bilang tadi nasibnya tidak mujur disaat usianya mau memasuki 20 tahun ia meninggal..”
“Jadi tante Ana ini sudah meninggal..? kutatap wajah dari foto itu ada suatu yang aneh aku sepertinya kenal dengan wanita ini.
“Siapa nama panjangnya Tante Ana?”
“Mayrana”
Apa Maryana….? Nama itu hadir dengan tepat dingatanku. Tidak salah lagi dia gadis yang pernah kujumpai disaat aku tidak sadarkan diri dirumah sakit sebulan yang lalu…
“Lalu siapa nama pria yang dicintai Tante Ana itu?
“Namanya Krisna.”
Apa Krisna…? Berarti aku sebenarnya tidak mimpi tapi sebenarnya kejadian itu benar-benar ada. Mayrana yang ketemui dan dia sedang mencari Krisna kekasihnya memang benar-benar ada.
“Lalu dimana pria itu sekarang Tante?”
Tante Magda diam sejenak matanya terlihat bening sepertinya kedukaan yang dialaminya muncul kembali.
“Minuman datang….kok serius amat lagi ngmongin apa sih? Jadi penasaran.”
“Tante lagi menceritakan tentang Tante Ana.”
“Oh..Kasihan Tante Ana..
“Terus bagaimana dengan Pria itu dimana dia sekarang?”
“Sebulan setelah kepergian Dik Ana, Krisna juga meninggal karena kecelakaan. Dan sangat tragis kecelakan yang dialaminya. Ada ranting pohon yang menusuk paru-parunya sehingga dia meninggal ditempat kejadian.
Jadi Krisna juga sudah meninggal….ingatan tentang pertemuanku dengan Mayra terpampang jelas diingatan. Wajah difoto itu kelihatan agak usang karena usia tapi garis-garis kecantikan seorang gadis mudah berusia 20 tahunan masih terukir indah. Kau Memang Mayra yang kutemui tapi kenapa kamu menganggab aku Krisna bukankah dijuga sudah meninggal.
“Krisna sangat mencintai Ana sejak kepergian Ana. Krisna seperti orang yang aneh suka menyendiri dan sering datang kerumah. Tidak banyak bicara seperti dulunya..dan saat kepergiannya dia sempat bilang.. May aku sekarang bersamamu lagi. Kemudian dia menghembuskan nafas terakhir.”
Ada tirai kesadaran yang mulai terkuak, ingatanku pada kata-kata tentang kehilangan Krisna oleh Mayra, pergi begitu saja dengan cepat. Demikian juga saat itu aku pergi begitu saja dari alam berbeda menuju alam nyata. Tapi apakah mungkin aku Krisna yang sekarang menjadi Aryo? Krisna meninggal kecelakaan dengan luka parah pada paru-parunya dan aku mengalami paru-paru yang cacat sejak lahir. Ah… Tidak ada yang pasti…..
Kuletakan setangaki bunga mawar berwarna pink diatas nisan yang sudah berumur tua 23 tahun yang lalu namun tetap terawat dengan baik. Mayra maafkan aku kalau dalam diriku ada kesadaran milik orang yang pernah kamu cintai dimasa lalu. Semoga dirimu terlahir kembali di alam bahagia dan kembali melihat hidup sebagai sesuatu yang terus berubah.
****